04 May 2012

HILANGNYA RUH PENDIDIKAN


Tak jauh Beda dengan tahun yg lalu dan tahun sebelum-sebelumnya.
2 Mei yang merupakan Hari Pendidikan Nasional (HARDIKNAS), sayang hanya dianggap Seremonial atau  upacara ritual tahunan yang tanpa makna. Padahal kalau kita bercermin dan menengok sejarah, tanggal 2 mei adalah Lahirnya Raden Mas Suwardi Suryaningrat berasal dari lingkungan keluarga kraton  Yogyakarta. Pada saat Beliau berusia 40thn melepaskan gelar kebangsawanannya dan berganti nama Ki Hadjar Dewantara. Mengabdikan hidupnya untuk perjuangan dan pengabdian demi kepentingan bangsa. Beliau pendiri  Taman Siswa, selain itu juga aktif menjadi pengurus Boedi Uetomo, memimpin organisasi Putera dan serikat Islam. Ketika Indonesia merdeka Ki Hadjar Dewantara menjadi Menteri Pengajaran Pertama. Beliau adalah tokoh yang berjasa memajukan Pendidikan di Indonesia  dan di beri gelar penghormatan Bapak Pendidikan Nasional.

Ajaran kepemimpinan Ki Hadjar Dewantoro yang sangat poluler di kalangan masyarakat adalah Ing Ngarso Sun Tulodo, Ing Madyo Mbangun Karso, Tut Wuri Handayani. Maknanya Di depan memberi contoh teladan, ditengah-tengah atau bersama membangun semangat dan harapan, dan menjadi pendorong dan pendamping untuk selalu terus maju meraih cita-cita. Sungguh Eronis sekarang Filosofi itu tak lagi terdengar Gaungnya, tak dianggap apalagi di jalankan/dipraktekan sebagai bahan ajar, dalam hal ini sangat berperan adalah Guru, Dosen atau Lebih luasnya Pengajar.

Kembali ke sub pokok bahasan tentang peringatan dan makna Hardiknas yang mengandung Falsafah mendalam. Falsafah tentang pendidikan yang bermutu dan berdaya saing maju. Apalagi di era masa kini, seolah nilai-nilai pendidikan tidak diperhatikan. Bahkan cendurung lebih mengarah kepada bisnis dan mencari uang semata. Banyak Program-Program Pemerintah Yang hanya terhias diatas kertas. Misal dengan Perguliran dana BOS, untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional, tetapi realita malah membuat Guru dan pihak sekolah kerepotan, mereka tak hanya mengurus siswa sekarang juga harus mengurus uang yang  “dipaksakan” untuk dibelanjakan sampai habis. Sehingga laporan-laporan BOS banyak terjadi rekayasa.  Belum lagi Kebijakan pemerintah guna peningkatkan kinerja dan semangat pengajaran melalui sertifikasi, kenyataan tidak banyak berpengaruh bagi kemajuan pendidikan di Indonesia. data-data dan persyaratan kelengkapan sertifikasi banyak yang di manipulasi. Pertanyaannya : Apakah cukup, menilai kualitas seorang guru  melalui sertifikasi ? apa tidak seyogyanya dengan transparansi uji kompetensi dan kinerjanya, dilihat dari bidang yang diajarkan dan bagaimana cara mengajarkannya ? heeemmm, wisss mbuh lah..........(emo confused :\  )

Guru yang selalu kita sanjung sebagai Pahlawan Tanpa Jasa sekarang malah minta “balasan jasa”. Mengajar di kelas hanya sebatas bahan pelajaran, yang penting selesai mereka menyampaikan, ngak peduli walaupun anak-anak belum paham. Tak mau lagi diganggu waktunya diluar jam sekolah untuk sekedar membantu belajar siswa-siswanya, kecuali dengan kursus/les, BBI, atau apalah namanya dengan catatan harus ada biaya tambahan. Guru marah ketika siswanya datang telat, dan tetap “arogan” ketika dianya datang terlambat. Dia membuat aturan buat siswa-siswanya tetapi merekanya sendiri sering melanggar aturan. Mereka mengajarkan kejujuran kepada anak-anak tetapi mereka juga yang memberikan contoh berbohong pada anak-anak. Guru yang seharusnya jadi tauladhan sebagaimana amanat dari bapak pendidikan kita Ki Hadjar Dewantara yang tertuang dalam butir “Ing ngarso sung tuladha”. Lebih parahnya, banyak Pengajar dari Sarjana Karbitan atau yang sering di kenal dengan Mahasiswa siluman sehingga tingkat profesionalismenya patut dipertanyakan. Pendidikan bukan tempat bermain-main atau tempat yang di bubuhi oleh unsur-unsur politik dan uang. Tetapi pendidikan tempat yang  harus di jaga nilai-nilainya.

Pendidikan seperti kehilangan Ruh, Guru/Pengajar sebagai salah satu pilar penyebar ilmu pengetahuan juga berperan sebagai pendidik. Kita butuh Guru/Pengajar yang berintelektual tinggi serta selalu bersikap demokratis. Pendidik yang penuh dengan kreativitas dalam metode-metode pengajarannya. Ini sekedar pandangan / diskripsi pengamatan saya tentang pengajar/Dosen di Kampus, yaaa Bu Ningrum Murtiasih, SE., MM. Salah satu Dosen yang sistem pengajarannya menggunakan metode yang Brillian, kreatif dan inovatif, contohnya : Dalam mengajar beliau selalu melibatkan siswa dalam proses pembelajaran. Membuat diskusi kelompok,  Presentasi yang sangat menuntut adanya keaktifan siswa. Dan di akhir diskusi beliau memberikan jawaban-jawaban atau semacam kesimpulan atas hasil diskusi, pembelajaran pada proses pembelajaranDalam mendidik menurut saya beliau sangat demokratis sekali, hal itu terbukti ketika diskusi berlangsung guru tersebut hanya mengamati jalanya diskusi dan mencatat apabila ada pertanyaan yang di tanyakan kepada siswa, dan satu lagi yang saya sangat Salut Selalu datang ON TIME (tepat waktu) meskipun kadang Mahasiswanya datang telat termasuk saya sendiri, heheheehehehehhe. Dunia pendidikan kita membutuhkan pendidik yg bermutu tinggi, Kompetensi dan Profesional di bidangnya,  mempunyai kiat-kiat profesi berdasarkan riset bukan hanya konsep-konsep/teori belaka. Landasan filosofis pendidikan dengan nilai-nilai dalam kehidupan nyata. Intinya adalah suatu pendidikan haruslah diarahkan pada tujuan mulia, yakni menjadikan manusia yang cerdas, kreatif dan humanis, oleh karena itu peran guru sangat dominan. Seperti Filsafah Jawa GURU : digugu dan ditiru (dijadikan contoh). Bukan hanya sekedar mentransfer pengetahuan,  tetapi juga mendidik dan mengantar anak-anak bangsa menuju masa depan yang lebih baik, sehingga kedepan tujuan pendidikan itu benar-benar tercapai.


Daftar pustaka :
http://id.wikipedia.org/wiki/Ki_Hadjar_Dewantara
Google : Realita Sertifikasi, Hardiknas