11 April 2012

Membedah Kitab Mbelgedes


Membedah Kitab Mbelgedes|Sung-Sang
Artikel Karya : Sang Bayang ( NGAWI )   http://sangbayang.wordpress.com/

Gerimis tak kunjung henti akibat dampak dari perubahan iklim yang di tuding sebagai kambing hitam dalam cuaca ekstrim di barengi dengan berbagai bencana terjadi dalam setahun ini,diam di rumah mungkin bisa menjadi pilihan alternatif jitu untuk merilekskan otot dan otak setelah sehari di perah cuma lantaran demi sebuah tanggung-jawab dan urusan perut,maklum.. beginilah nasib saya sebagai kuli.

Malam boleh saja memberi dampak sepi bagi sebagian orang namun tidak bagi duet Saya (Sang) dan Sung yang lagi ngopi di warung Lek Ti. Yah..,itung-itung melepas kangen pada sobat karib setelah sekian waktu ada di ambarawa tak apalah toh tak bakalan abis kopi lima gelas cembung dalam semalem.

Nikmat memang..,meski nuansa malam cuma di hias oleh obrolan-obrolan serba ndobol ala warungan sambil nonton televisi yang acaranya makin njelehi tak ubahnya seperti lomba volume suara yang tampak selalu keprek dan sumbang di telinga.

Berbagai liputan headline malampun tak mau ketinggalan dan banyak menyuarakan petualang elit politik yang rupanya makin merajai topik pembicaraan antar mulut tanpa mengenal kalangan-derajat-pangkat ataupun batas ruang dan waktu meski ujung-ujungnya lazim berhenti atau terlupakan akibat kesibukan dan permasalahan-permasalahan lebih hot yang baru di up date.

“Untung gayus itu kembali,coba kalau seperti Sri yang katanya lunga neng pasar tuku trasi jebul ora bali-bali di dalam lagu campur sari Sri Minggat kae,mau di taruh mana raine wong nduwuran.” Lha..,lak tenan to..,kata hatiku sambil ngakak-ngakak geli,namun kasihan jua melihat mimik wajah sobat kental saya itu,kok sampai sebegitunya ya olehe nggagas kondisi bangsa ini.
“Gayus itu kecil kang,ibaratnya cuma ikan teri dan di sekitare masih banyak ikan yang lebih gede” jawabku menghibur.

“Lha itu kamu tau teri..,tapi jangan lantaran karena satu teri lantas cuma bisa di bikin rempeyek yang di makan satu orangpun tak kan kenyang,mumpung ada yang ketangkep mestinya bisa di manfaatkan untuk hal lebih baik dengan harapan hasil yang lebih baik pula,misalnya gunakan ikan teri itu untuk memancing ikan gede atau kawananya”
“Ealaa..,jebule sampean ki terinspirasi dengan permohonan gayus yang katanya pernah ingin di beri kesempatan menjadi pejabat staf kepolisian atau masuk di tim Komisi Pemberantasan Korupsi Mafia Hukum dan Pajak itu tah,bukankah itu malah berbahaiya..,iya kalau ikan gedenya bisa ketangkep,lha kalau enggak..???”.

Lanjutku “Bisa-bisa lakya malah kujur,demikian pula niat untuk memancing kawanan teri,rasanya masih perlu banyak pertimbangan apakah yakin kawanan teri yang jelas-jelas tau sedang di pancing itu mau nggaglak umpan,kalaupun ada berarti itu cuma teri yang sudah menyandang predikat guoblog of record”
“Hnah..itu yang jadi masalah,terlalu banyak teri bikin rugi berkeliaran di laut endonesa ini,mungkin sudah terlanjur ada di dalam pakem kitab mbhelgedes kalau sesama teri di larang mendahului dan konon ada sebuah kisah yang menceritakan bahwa kekuatan sekawanan teri mampu menggulingkan sebuah kapal,bila cerita ini benar aku cuma kawatir kalau suatu saat nanti kekuasaan di negri ini bertekuk lutut di bawah kendali korupsi”
Kembali ku di buat kagum dengan pola pikir nyemek-nyemek sobat karibku ini,spontan kemurunganku pura-pura pasang aksi wajah sedih,mengapa saya cuma pura-pura sebab bukan rahasia lagi kalau masalah korupsi sudah menjadi perbincangan membosankan di Indonesia ini,di sedihkanpun jua percuma dan tiwas nelangsa nganggur.

Mungkin benar kata Kang Sung tadi siang,mengikuti perkembangan soal pemberantasan korupsi di negri ini memang njelehi dan ngguilani,sebentar-sebentar ada kabar pejabat anu di tangkap dan besoknya pejabat asu di tangkap,lhawong yang korupsi banyak kok yang ketangkep satu-dua dan akhir ceritanyapun bisa di pastikan mak pleketis persis seperti cerita lama,begitu kata kang sung tadi siang.

“Lantas sekarang enaknya gimana Kang..???”
“Jangan bertanya enaknya..,sebab tak ada enaknya di kita tapi cobalah berpikir gimana keadaan bangsa ini sekarang. Jelasnya tidak ada enak bagi kita rakyat melarat yang enak tentu saja yang korupsi lagian kita ini wong cilik,siapa tah yang percaya cangkemku karo cangkemu lawong cangkeme petinggi negri we gak di gagas..” Jawab Kang Sung yang menurut saya terlalu ndledek.

“Tapi pada akhirnya toh gayus di hukum jua meski menurut rakyat itu belum setimpal” sambungku yang jua turut prihatin setelah melihat para penegak hukum di serang balik gayus dengan seribu cerca dan tuntutanya.

“Ya..begitulah..,meski sudah jelas di katakan dalam undang-undang bahwa negara ini adalah negara hukum tapi nyatanya masih begitu mudah di perjual belikan dan ketika janji hanya bertindak sebagai motorik yang terjadi hanyalah ketidak percayaan publik pada sistem hukum yang berlaku dari waktu ke waktu. Ketika uang jadi segalanya,mampu membeli apa saja seolah melunturkan arti semboyan keadilan harus di tegakan di tengah carut marut lemahnya pengawasan pemerintah. Jangankan orang lain..,yang bersangkutanpun mampu memutar balikan fakta hingga membuat penegak hukum kelabakan bila sudah demikian siapa yang jadi teri dan siapa yang di adili sulit di bedakan sebab semua sama”

“Yang bilang semua sama itu kamu loh..,kalau ada pembaca komplin kamu yang tanggung jawab sebab menurutku apapun keputusanya itulah langkah terbaik yang di ambil oleh penegak hukum”

Kang Sung cuma manggut-manggut sambil nyaplok klenyem.
Sayapun merebahkan tubuh di lincak warung. Soalnya gak bisa pulang karena hujan tak kunjung reda meski jam sudah menunjukan pukul setengah dua.