Berdasarkan
observasi Yayasan Kita dan Buah Hati, kasus kecanduan terhadap
pornografi banyak dijumpai dikalangan anak remaja Indonesia. Dalam seminar yang
bertajuk ” Memahami Dahsyatnya Kerusakan Anak Akibat Kecanduan
Pornografi dan Narkoba dari Tinjauan Kesehatan Intelegensia ”
dikatakan oleh Ketua Pelaksananya Elly Risman M.Psi bahwa bila perilaku
tidak senonoh tersebut terus dilakukan, seorang anak dapat menjadi adiktif.
Karyanya
tulisannya yang berjudul ” Tidak Perlu Bom Untuk
Menghancurkan Indonesia” mengatakan bahwa kerusakan otak akibat
film porno ini dapat dibuktikan secara fisik dan radiologi, serta dalam bentuk
gangguan perilaku si anak. Sebenarnya, kerusakan otak karena narkoba
lewat mata (visual crack cocaine) jauh lebih dahsyat ketimbang jenis semua
narkoba dan bila kondisi ini terus berlarut, dapat mendegradasi kemampuan
intelegensia anak, yang lebih dikhawatirkan lagi adalah perilaku yang
menyimpang tersebut akan menerabas tatanan nilai dimasyarakat.
Pada kesempatan
yang sama Kepala Pusat Intelegensia Departemen Kesehatan, dr.H.Jofizal
Jannis.SpS(K) juga mengatakan, lazimnya,perilaku anak yang kecanduan
pornografi bukanlah aksi tunggal, dimana diera digital, informasi (negatif)
yang datang mengalir deras dan berulang dapat membentuk persepsi dan perilaku
anak. Otak sebagai organ pengolah informasi menerima apa yang dilihat dan
didengar, kemudian memprosesnya sesuai dengan kapasitas dan kemampuan
intelegensia, apalagi otak itu adaptif dan fleksible. Dikatakan juga otak anak
kecil berbeda dengan otak dewasa yang sudah banyak dijejali berbagai informasi.
Otak anak relatif lebih kosong sehingga rentan terkontaminasi.
Menurut Kepala Depatemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dr.Diatri Nari Lestari,SpS, adiksi pornografi kepada anak adalah perilaku yang tidak normal dan hal itu dapat menyebabkan bagian tengah depan otak menyusut dan akan mempengaruhi perilaku anak. Saat anak memperoleh ekstase dari pornografi, fungsi eksekutif pada otak anak bakal terpengaruh. “Anak sulit konsentrasi dalam belajar karena reseptor dopaminnya telah diisi hal-hal berbau pornografi”. Pornografi mengacaukan proses retensi dalam jangka panjang pada memori anak” . Retensi adalah kemampuan otak seseorang menahan informasi yang diserapnya. Bila seorang anak telah kecanduan pornografi dan tiba-tiba dihentikan dapat menyebabkan perilaku yang menyimpang dari si anak tersebut.
Menurut Kepala Depatemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dr.Diatri Nari Lestari,SpS, adiksi pornografi kepada anak adalah perilaku yang tidak normal dan hal itu dapat menyebabkan bagian tengah depan otak menyusut dan akan mempengaruhi perilaku anak. Saat anak memperoleh ekstase dari pornografi, fungsi eksekutif pada otak anak bakal terpengaruh. “Anak sulit konsentrasi dalam belajar karena reseptor dopaminnya telah diisi hal-hal berbau pornografi”. Pornografi mengacaukan proses retensi dalam jangka panjang pada memori anak” . Retensi adalah kemampuan otak seseorang menahan informasi yang diserapnya. Bila seorang anak telah kecanduan pornografi dan tiba-tiba dihentikan dapat menyebabkan perilaku yang menyimpang dari si anak tersebut.
Hal senada juga
dikatakan oleh ahli bedah saraf Rumah Sakit San Antonio, Amerika Serikat,
Donald L.Hilton Jr, adiktif pada manusia , termasuk anak, bermuara keperubahan
sirkuit otak. Sel otak yang memproduksi dopamin menjadi mengecil, sehingga
sel tersebut mengerut dan tidak dapat berfungsi normal. Dan gangguan inilah
yang membuat neurotransmitter pengirim pesan kimiawi pada otak menjadi
terganggu.
Berdasarkan hasil
studi konselor Remaja Yayasan Kita dan Buah Hati terhadap 1.625 siswa kelas
IV-V Sekolah Dasar Se Jabodetabek sepanjang tahun 2008,
, terungkap 66% dari mereka pernah melihat pornografi lewat berbagai media,
dengan rincian24% melihat lewat komik, 18% video game, 16% situs porno,
14% film, 10% DVD dan VCD, 8% telephone genggam dan 4%-6% majalah dan koran.
Alasan mereka
melihat pornografi, sebanyak 27% sekedar iseng, 14% terbawa teman dan
takut dibilang kuper.
Ironisnya, banyak dari mereka yang mengakses pornografi
tersebut dari rumah sendiri, yaitu 36%, dan 18% melalui Warnet serta
12% dari rumah teman. Artinya jika diratio satu dari dua anak belia tersebut
melihat adegan vulgar (pornografi) di kamarnya sendiri….(weleh…weleh)
Dari pertemuan
yayasan yang dipimpin oleh Elly Risman M.Psi tersebut dengan puluhan ribu
orangtua di 28 provinsi, ditemukan hanya 10% dari orangtua tersebut yang
mengerti dan paham tentang teknologi informasi yang dipakai oleh anaknya.
Berdasarkan data-data tersebut, perlu dipertanyakan Dimanakah
fungsi kontrol keluarga, khususnya orang tua ? dan artinya benar apa yang
dikatakan, tidak perlu bom untuk menghancurkan bangsa ini…
MARI
LAKUKAN AKSI NYATA MEMUTUSKAN MATA RANTAI SITUS-SITUS PORNO
Sumber :Rangkuman dari tulisan Heru Triyono di Harian Koran Tempo