28 April 2012

Masihkah kita tetap diam? (Untuk para pemegang gelar Mahasiswa di Indonesia)


Tulisan ini khusus saya tujukan kepada saya pribadi dan teman-teman saya
yang masih memikul gelar mahasiswa di pundaknya. Para calon pemimpin bangsa
yang katanya sekelompok agen perubahan yang akan membawa bangsa ini menjadi lebih baik.
Sebelumnya saya terpicu untuk menulis tulisan ini dikarenakan saya baru saja melihat fakta negeri ini, yang tidak hanya terjadi kemarin atau 2-3 hari yang lalu, namun hampir setiap tahun kejadian ini beresonansi. Seakan-akan tidak ada evaluasi dari para pelaku kejadian.


Kita sudah menyaksikan bagaimana sidang paripurna wakil rakyat berlangsung hampir tidak berbeda dengan demo yang dilakukan para buruh di luar gedung DPR. Namun bukan itu penekanan dalam tulisan ini.  Bukan ricuhnya pendemo ataupun kegaduhan sidang paripurna. Namun betapa ironinya negeri kita ini.


Pagi ini saya baru membaca berita bahwa pemerintah Malaysia pilih pertahankan subsidi BBM untuk rakyatnya. Kita perlu perbandingan supaya kita bisa intropeksi dan bahan untuk refleksi diri. Yang lebih mirisnya terdapat fakta seperti ini di akhir paragraph: “Untuk diketahui, minyak beroktan RON 95 atau sejenis pertamax plus di Indonesia adalah jenis minyak terendah yang digunakan masyarakat Malaysia. Di negara ini tidak diproduksi minyak jenis premium yang beroktan lebih rendah dari jenis pertamax” (detik.com)


Apakah kalian tahu fakta Indonesia ?? Indonesia memiliki 60 cekungan migas, 77 Milyar barel minyak (setara dengan 77 JUTA MILYAR rupiah) dan 332 triliun kkgas (setara dengan 50 JUTA TRILIUN rupiah) (google.com). Tapi mengapa, dengan Negara tetangga saja yang kekayaan alamnya tidak semelimpah ktia, jenis kualitas bahan bakar kita masih lebih rendah. Kemudian, hanya untuk mempertahankan subsidi saja perlu susah payah, perjuangan hidup mati untuk memperdebatkannya. Bahkan dengan fakta dan data diatas saja rakyat Indonesia tidak memiliki alasan untuk jatuh miskin.


Sekarang, kita balikan ke topic utama tulisan ini yaitu Apakah kita sebagai mahasiswa hanya tetap diam? Apakah kita bisa santai, mengedepankan keegoisan kita untuk hidup dalam zona nyaman kita, sedangkan disekeliling kita banyak yang terjerat di jurang kemiskinan.  Jangan buat negeri kita menjadi lebih Ironi teman!!. Saya menulis ini, bukan berarti menyuruh kita mahasiswa untuk berbondong-bondong menjadi aktivis kemudian melakukan aksi menolak kenaikan BBM.  Banyak aktualisasi diri dan kita bisa menjadi hebat di jalan kita masing-masing! Namun inti dari tulisan ini, jangan lupakan variable kebangsaan dalam setiap jalan kejayaan kita.


Ketika kita menjadi aktivis, aktif di BEM, himpunan, dengan akademik juga lumayan baik, kita siap setelah lulus dan di masa depan akan menjadi tonggak pemimpin yang adil dan secara bijak dalam pengambilan kebijakan. Ketika kita memilih jalan menjadi akademisi, dengan IP 4, cumlaude hingga s3, kita siap mengabdikan diri menjadi dosen di negeri ini., mengembangkan pendidikan di Indonesia. Ketika kita memilih jalan menjadi insinyur, kita siap berkuliah ke luar negeri, mengambil ilmu sebanyak-banyaknya dari sana dan mengembangkan perteknologian di Indonesia.


Yang salah adalah ketika kita mahasiswa hanya menuntut ilmu, mendapat IP 4 dan setelah lulus kita kuliah di perusahaan asing, gaji berpuluh2 juta dan tidak pernah kembali lagi ke Indonesia guna mengembangkan Negara kita. Menjadi aktivis yang tanggung-tanggung juga salah, hanya tergabund di suatu organisasi, namun didalamnya hanya bercenda gurau dengan teman, dengan visi akhir membawa organisasi mahasiswa tersebut sukses setelah kita keluar. Dilupakan hal penting, bahwa kita menimba pengalaman organisasi di kampus, itu hanya sebagai jembatan supaya kita siap menjadi pemimpin kelak untuk Indonesia. Organisasi tersebut adalah miniatur untuk kita memimpin Negara ke depannya.


Dan yang lebih salah lagi adalah ketika kita hanya diam saja sebagai mahasiswa. Tidak tau apa yang harus dilakukan, tidak memiliki visi jelas kedepannya dan tidak peduli terhadap kejadian yang terjadi di Negara kita. Kuping kita berpura-pura tuli ketika rakyat menjerit berdemo meminta subsidi BBM tetap dipertahankan. Mata kita berpura-pura buta terhadap ketidakharmonisan sidang paripurna para wakil-wakil kita di DPR sana. Bahkan hati kita, kita tutupi sendiri dengan semen dan baja, ketika rakyat banyak yang berjatuhan setiap harinya dikarenakan mengais-mengais tanah demi mencari sebutir nasi untuk perutnya. Apakah kita masih tetap diam kawan? Apakah kita masih tetap santai dengan kehidupan perkuliahan kita? Oleh karena itu bergerak lah dari sekarang. Belajar dan tuntutlah ilmu setinggi-tingginya. Dapatkan IP 4 sekaligus menjadi ketua organisasi yang membawa anggotanya untuk peduli terhadap Indonesia


Oleh :  Muhammad Afif Izzatullah – YOT CA ITB